Friday 5 April 2013

ispa



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.

1.2   RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimana kosep dasar Penyakit ISPA ?
b.      Bagaimana tentang gambaran tentang pengkajian pada anak dengan Penyakit ISPA ?
c.       Bagaimana rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan dengan Penyakit ISPA ?
d.      Bagaimana rencana keparawatan pada anak dengan Penyakit ISPA?

1.3   TUJUAN PENULISAN
a.       Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak  dengan Penyakit ISPA.
b.      Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan meliputi :
Mampu memberikan :
·           Mampu menjelaskan kosep dasar Penyakit ISPA.
·           Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian pada anak dengan Penyakit ISPA.
·           Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan  Penyakit ISPA.
·           Mampu membuat rencana keparawatan pada anak dengan Penyakit ISPA.

1.4   METODE PENULISAN
Penulisan  makalah ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan yaitu dengan cara mencari dan membaca literatur yang ada di perpustakaan, jurnal, media internet.

1.5   RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pada makalah ini, paenulis hanya membatasi pada ”Asuhan Keperawatan Anak dengan Penyakit ISPAsecara teoritis.

1.6   SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun secara teoritis dan sistematis yang tediri dari 3 bab yaitu : BAB I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II adalah landasan teoritis yang terdiri dari konsep penyakit Hidrosefalus dan asuhan keperwatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperwatan dan intervensi keperawatan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1   KONSEP DASAR PENYAKIT
A.      DEFENISI
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Menurut Corwin (2001), infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan laringitis.
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.DepKes RI (1998).

B.      EPIDIMIOLOGI
Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).

C.      FAKTOR PRIDIOPOSISI
1.       Factor Pencetus ISPA
a.       Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
b.      Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
c.       Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.




2.       Faktor Pendukung Penyebab ISPA
a.       Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
b.      Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
c.       Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
d.       Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
e.      Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

D.      ETIOLOGI
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi.Kebanyakan infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004).
Bakteri tersebut, di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri ini menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan (PD PERSI, 2002).
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah. (Siregar dan Maulany, 95).
E.       KLASIFIKASI
Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini sendiri terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga tindakan.
Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni kelompok untuk umur 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang dari dua bulan.
1.       Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun klasifikasi dibagi atas :
a.       Pneumonia berat
b.      Pneumonia
c.        Bukan Pneumonia.
2.       Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:
a.       Pneumonia berat
b.      Bukan Pneumonia

Sedangkan masing-masing gejala untuk klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Pneumonia Berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 - < 5 tahun.
Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit ISPA selain Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, dan otitis.



F.       PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a.                   Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b.                  Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c.                   Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan batuk.
d.                  Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.



G.     WOC

H.      TANDA DAN GEJALA
1.        Tanda-tanda ISPA
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratories.
Tanda-tanda klinis :
·         Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
·         Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
·         Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
·         Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris :
·         Hypoxemia,
·         Hypercapnia dan
·         Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.


2.       Gejala ISPA
a.       Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang  dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
·         Batuk
·         Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis)
·         Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
·         Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC

b.      Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
·         Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
·         Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)
·         Tenggorokan berwarna merah
·           Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
·         Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
·          Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c.       Gejala dari ISPA Berat
Seseorang  dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
·         Bibir atau kulit membiru
·         Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
·         Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
·          Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas .
·         Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
·         Tenggorokan berwarna merah


I.        KOMPLIKASI
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1.       Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.

2.      Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam.
Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a)                 Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.
b)                 Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c)                  Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).

3.      Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.

J.        PENATALAKSANAAN MEDIS
( TERMASUK INTERVENSI FARMAKOLOGIS )
Pengobatan pada ISPA
1.       Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya.
2.       Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3.       Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Untuk perawatan ISPA dirumah ada beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
·         Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).


·         Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
·         Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
·         Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
·         Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

K.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).



2.2   KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN
1.       Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,pekerjaan, status perkawinan tanggal mrs, pengkajian, penanggung jawab, No. regester, diagnosa masuk, alamat.
2.      riwayat kesehatan
a.      Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan
b.      Riwayat penyakit sekarang
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c.       Riwayat penyakit dahulu
Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
d.      Riwayat penyakit keluarga
Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
e.      Riwayat social
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
                        3.kebutuhan dasar manusia
Ø  Aktifitas atau istirahat
Gejala:letih,lemah,lesu.lunglai,lelah.
Tanda:perubahan kesadaran
Ø  Sirkulasi
Gejala:perubahan tekanan darah,brakikardi,takikardi
Ø  Integritas ego
Gejala:perubahan tingkah laku
Tanda:mudah tersinggung
Ø  Nyeri
Gejala:sakit kepala
Ø 

B.      DIAGNOSA
1.      Bersihan jalan nafas tidak  efektif  berhubungan dengan  penurunan ekspansi paru
2.      Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
4.      Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.

5.      INTERVENSI

DIAGNOSA
NOC
NIC
1.   Bersihan jalan nafas napas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.
NOC:
Respiratory status : Ventilation.
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips). Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal). Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).
Airway Management
·  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
·  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
·  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
·  Pasang mayo bila perlu.
·  Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
·  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
·  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
·  Lakukan suction pada mayo.
·  Berikan bronkodilator bila perlu.
·  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab.
·  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·  Monitor respirasi dan status O2
Terapi oksigen
·  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.
·  Pertahankan jalan nafas yang paten.
·  Atur peralatan oksigenasi.
·  Monitor aliran oksigen.
·  Pertahankan posisi pasien
·  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
·  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring
·  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
·  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
·  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.
·  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.
·  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
·  Monitor kualitas dari nadi
·  Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
·  Monitor suara paru.
·  Monitor pola pernapasan abnormal.
·  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
·  Monitor sianosis perifer.
·  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
·  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
2.      Hipertermi b/d invasi mikroorganisme
NOC : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
·      Suhu tubuh dalam rentang normal.
·      Nadi dan RR dalam rentang normal.
·      Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Fever treatment
·   Monitor suhu sesering mungkin
·   Monitor IWL
·   Monitor warna dan suhu kulit
·   Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
·   Monitor penurunan tingkat kesadaran.
·   Monitor WBC, Hb, dan Hct
·   Monitor intake dan output
·   Berikan anti piretik
·   Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
·   Selimuti pasien
·   Lakukan tapid sponge
·   Kolaborasipemberian cairan intravena
·   Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
·   Tingkatkan sirkulasi udara
·   Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
·  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
·  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
·  Monitor TD, nadi, dan RR
·   Monitor warna dan suhu kulit
·  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
·  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
·  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
·  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
·  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan.
·  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan.
·  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan.
·  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring
·   Monitor TD, nadi, suhu, dan RR.
·   Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
·   Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.
·   Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.
·   Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas.
·   Monitor frekuensi dan irama pernapasan.
·   Monitor suara paru.
·   Monitor pola pernapasan abnormal.
·   Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
·    Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
·   Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
NOC :
·     Nutritional Status : food and Fluid Intake
·     Nutritional Status : nutrient Intake.
·     Weight control
Kriteria Hasil :
·     Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·     Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
·     Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
·     Tidak ada tanda tanda malnutrisi
·     Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.
·     Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Nutrition Management
·   Kaji adanya alergi makanan.
·   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
·   Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
·   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
·   Berikan substansi gula.
·   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
·   Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
·   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
·   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
·   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
·   Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan


Nutrition Monitoring
·   BB pasien dalam batas normal.
·   Monitor adanya penurunan berat badan.
·   Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan.
·   Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan.
·   Monitor lingkungan selama makan
·   Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
·   Monitor kulit kering dan perubahan pigmentas
·   Monitor turgor kulit
·   Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
·   Monitor mual dan muntah
·   Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
·   Monitor makanan kesukaan
·   Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
·   Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
·   Monitor kalori dan intake nuntrisi
·   Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
·   Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
4.    Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b/d kurang informasi.
NOC :
Kowlwdge : disease process.
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
·     Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
·     Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
·      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Teaching : disease Process
·   Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
·   Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
·   Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat.
·   Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
·   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat.
·   Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.
·    Hindari jaminan yang kosong.
·   Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat.
·   Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
·   Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
·   Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan.
·   Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat.
·   Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat.
·   Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1.    Bersihan jalan nafas tidak  efektif  berhubungan dengan  penurunan ekspansi paru.
2.    Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
4.    Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.
B.     SARAN
Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih.


1 comment: